Jumat, 12 September 2008

Dimensi Moral



Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan secara langsung pada mereka selama ini tanpa sedikitpun ada bantahan.
Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangkan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang berbeda. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang menjadi dominasi yang tidak dapat diminimalkan, karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan yang mengarah pada ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya saat ini. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima secara langsung tanpa ada penyaringan secara rasional yang mengarah pada pematangan pola pikir berdasarkan individualis dirinya atau dengan kata lain penerimaan secara bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil dalam diri seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu bukanlah salah satu kerjaan yang baik untuk dilakukan, tapi korupsi lebih harus selalu merasa dipojokkan dari keberadaan psikis remaja waktu kecilnya. Kita tahu sekarang mereka sudah bisa mulai melihat dan kita tahu pula bahwa anak remaja sekarang ini jauh sangat berbeda dengan anak remaja masa lalu. Jadi tidak perlu mensyaratkan secara non faktual dalam korelasinya dengan lingkungan yang nyata saat ini.
Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya.
Kemungkinan lainnya adalah remaja akan memilih jalan untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak. Akan sangat besar perubahan yang terjadi dalam mencari dan mewujudkan kepercayaan secara pribadi mengenai jati diri seorang anak, jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut. Berontak yang luar biasa dari sisi orangtua-pun akan menjadi picu ledak yang sangat kentara sekali. Jelas persaingan yang tidak logis menjadi semakin mudah dilihat, yaitu siapa yang membuat masalah dan siapa yang salah.
Peranan orangtua atau pendidik menjadi simbol utama bagi anak remaja. Simbol orangtua dan pendidik akan menjadi pandangan amatlah besar sekali bagi remaja pada saat memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remaja. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan tidak hanya satu alternatif saja supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik bagi kemajuan perkembangan pribadinya. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung.
Jangan mencoba memulainya dengan bahasa-bahasa kaku yang membuat pemahaman remaja menjadi semakin sulit di pahami kembali. Memberikan pilihan sepertinya akan menjadi pembelajaran yang tepat ketika memutuskan bahwa sebagai orangtua atau pendidik harus mengetahui bagaimana sebenarnya kemampuan yang dimiliki oleh remaja kesayangan.
Remaja tersebut akan memilih untuk menemukan jawaban-jawaban yang dibutuhkan dari pertanyaan-pertanyaan yang telah mereka ajukan, kejadian seperti ini tentu saja terjadi di luar lingkaran dan nilai yang dianut oleh orangtuanya. Hal ini bisa mengarahkan kondisi korelasi antara anak dengan lingkungan menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Kenapa kita selalu merasa harus memiliki kedekatan yang mampu menciptakan korelasi bersesuaian, yaitu antara orang tua dengan anak? Tidak perlu dijelaskan lebih dalam lagi, karena anda pasti sudah mengerti maksudnya. Awal terjadinya konflik sampai akhirnya terciptalah kerusuhan/konflik dengan orangtua mungkin saja akan terus menajam.
Terasa sangat tidak bersahabat sekali pada saat kita menginginkan anak tersebut agar mau mengambil sebagian besar dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan selama ini. Orangtua menganggap jawaban yang diberikan merupakan jawaban yang seharusnya dipilih oleh sang remaja. Tentu saja konteks jawaban tersebut tidak lain hanyalah yang berasal dari kita sebagai orang yang pantas mereka ikuti, dan mereka pilih jawaban-jawaban atas banyaknya pertanyaan yang telah mereka ajukan selama ini. Bagaimana cara kita meyakinkan remaja kesayangan agar mereka tidak beralih pandangan terhadap jawaban-jawaban di luar yang diperkirakan?
Bukan berarti karena pandangan essensial tersebut kita harus melakukan over protective pada sang anak, tapi kondisi seperti itu untuk saat ini sangat memiliki kekuatan untuk diterapkan. Kedekatan antara orangtua dan anak sebetulnya sepanjang jalan, yaitu seiring waktu keduanya akan saling menemukan banyak kebutuhan yang membuat keduanya mau dan mampu mengerti setiap kondisi yang sedang terjadi antara kedua belah pihak. Ini adalah respon yang diharapkan akan dapat membawa kepada kepercayaan diri yang tinggi si anak terhadap lingkungan, begitu pula sebaliknya orangtua akan merasa memiliki anak yang patut mereka banggakan.



--------®®®--------

Tidak ada komentar: