
Seorang ahli perkembangan kognitif remaja (Jean Piaget), memiliki pandangan tentang perkembangan kognitif remaja, bahwa perkembangan kognitif merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahapan pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat sampai pada hasil yang mungkin akan dicapai.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya melalui pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Kenyataannya lain, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja dan bahkan orang dewasa yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Padahal kalau kita mau menerapkan metode tersebut bisa saja membuat anak-anak merasa terpacu untuk mengungkapkan kemampuannya melalui tatanan komunikasi dan berbahasa yang baik.
Penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
Metode tersebut diharapkan dapat membuat mereka memiliki keberanian dalam berkomunikasi, terutama dengan menggunakan bahasa-bahasa lisan yang memenuhi kriteria berbahasa seorang remaja. Aplikasi berbahasa lisan lengkap dengan analisis masalah untuk menemukan solusi sepertinya dapat menjadi salah satu keuntungan tersendiri bagi seorang anak usia perkembangan. Kedewasaan lebih awal sepertinya akan membawa mereka menjadi sangat mampu bertahan dengan kondisi lingkungan yang belum seharusnya. Memang ada sedikit kerugian dalam kehidupan seorang remaja, karena mereka tidak menikmati masa remajanya, namun bagi orangtua sepertinya ini adalah salah satu cara yang tepat untuk mengurangi tingkat stress sang anak maupun orangtua, karena mereka telah menguasai interaksi yang seharusnya mereka lakukan, baik itu terhadap lingkungan keras sekalipun. Suatu keuntungan tersendiri bagi perkembangan mental sang anak.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya melalui pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Kenyataannya lain, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja dan bahkan orang dewasa yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Padahal kalau kita mau menerapkan metode tersebut bisa saja membuat anak-anak merasa terpacu untuk mengungkapkan kemampuannya melalui tatanan komunikasi dan berbahasa yang baik.
Penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
Metode tersebut diharapkan dapat membuat mereka memiliki keberanian dalam berkomunikasi, terutama dengan menggunakan bahasa-bahasa lisan yang memenuhi kriteria berbahasa seorang remaja. Aplikasi berbahasa lisan lengkap dengan analisis masalah untuk menemukan solusi sepertinya dapat menjadi salah satu keuntungan tersendiri bagi seorang anak usia perkembangan. Kedewasaan lebih awal sepertinya akan membawa mereka menjadi sangat mampu bertahan dengan kondisi lingkungan yang belum seharusnya. Memang ada sedikit kerugian dalam kehidupan seorang remaja, karena mereka tidak menikmati masa remajanya, namun bagi orangtua sepertinya ini adalah salah satu cara yang tepat untuk mengurangi tingkat stress sang anak maupun orangtua, karena mereka telah menguasai interaksi yang seharusnya mereka lakukan, baik itu terhadap lingkungan keras sekalipun. Suatu keuntungan tersendiri bagi perkembangan mental sang anak.
--------®®®--------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar